Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Kita telah membahas pentingnya akidah Ahlussunnah tentang Khulafa` Rasyidin, tentang makna Khulafa Rasyidin dan dasar hukumnya. Selanjutnya kita perlu menanamkan keutamaan Khulafa` Rasyidin kepada para siswa agar keimanan mereka semakin mantap tidak tergoyahkan. Keutamaan dan kemuliaan dalam bahasa Arabnya adalah manqabah, bentuk jamaknya manaqib.
Manaqib Khulafa Rasyidin sangatlah banyak. Semua penting untuk diketahui, namun jika tidak memungkinkan maka minimal kita terangkan manaqib secara ringkas yang langsung berdasarkan dalil-dalil al-Qur`an dan sunnah sebagai berikut.
Pertama: Manaqib Sayyidina Abu Bakar -Radiallahuanhu-, antara lain:
وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah…” (QS. An-Nur: 22)
Tidak ada perbedaan diantara para ulama bahwa ayat ini adalah tentang Abu Bakar -Radiallahuanhu- Ini adalah yang ada dalam kitab-kitab tafsir seperti al-Thabari, al-Baghawi, Ibn Katsir dan Ibn Sa’di. Maka Allah -Subhanahu wa ta’ala- menyebut Abu Bakar dengan sifat al-Fadhl (keutamaan).
ثَانِيَ ٱثۡنَيۡنِ إِذۡ هُمَا فِي ٱلۡغَارِ
“… sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, …” (QS. At-Taubah: 40)
Juga tidak ada khilaf bahwa ayat ini adalah tentang Abu Bakar -Radiallahuanhu-. Allah bersaksi bahwa Abu Bakar adalah sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- dan diberi kabar gembira dengan mendapatkan al-Sakinah (ketenangan), dan digelari dengan gelar “Tsani Itsnain”, sebagaimana perkataan Umar -Radiallahuanhu-:
من يكون أفضل ثانِي اثنين الله ثالثهما؟!
“Siapa yang lebih utama dari Abu Bakar yang dia itu adalah orang kedua dari dua orang yang Allah adalah bersama mereka berdua?!”
Abu Abdillah al-Qurthubi dalam Tafsirnya (8/147) berkata: “Sebagian ulama mengatakan:
فِي قَوْلِهِ تَعَالَى:” ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ” مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْخَلِيفَةَ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، لِأَنَّ الْخَلِيفَةَ لَا يَكُونُ أَبَدًا إِلَّا ثَانِيًا
“Di dalam ayat ini “ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ” terdapat petunjuk bahwa khalifah setelah Nabi i adalah Abu Bakar al-Shiddiq t sebab Khalifah (pemimpin pengganti) tidak akan ada selamanya kecuali orang kedua.”
Saya mendengar guru kami Abu al-Abbas Ahmad ibn Umar berkata: “Sesungguhnya al-Shiddiq berhak disebut orang kedua dari dua orang, sebab dialah yang menjalankan tugas setelah Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- seperti tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, yaitu tatkala Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- wafat, bangsa Arab murtad semuanya, tidak tersisa Islam kecuali di Madinah dan Juwatsa (istana di Bahrain).”[1]
وَمَا نَفَعَنِي مَالُ أَحَدٍ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ
“Dan tidak bermanfaat bagiku harta seseorang seperti kemanfaatan harta Abu Bakar bagiku.” Maka Abu Bakar menangis dan berkata: Tidakkah aku dan hartaku kecuali untukmu wahai Rasulullah. [2]
“Seorang wanita mendatangi Nabi i lalu Nabi memerintahkannya untuk kembali kepadanya, maka wanita itu bertanya: ‘Bagiamana menurut Anda jika saya datang dan tidak menemukan Anda –seolah mengatakan jika Anda wafat-?’ Maka Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda:
إِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ
“Jika engkau tidak menemukan aku maka datangilah Abu bakar.”[3]
Hadits ini dengan jelas mengisyaratkan bahwa pengganti Nabi i adalah Abu Bakar al-Shiddiq -Radiallahuanhu-. Ibnu Hazm mengatakan: “Ini adalah nash (teks) yang terang yang menunjukkan pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah.”[4] Al-Hafizh ibn hajar: “Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa janji-janji Nabi i adalah kewajiban orang yang akan menjadi khalifah setelah beliau untuk menunaikannya. Ini membantah Syiah yang mengklaim bahwa Nabi menyatakan kekhalifahan Ali dan al-Abbas setelahnya.”[5]
Kedua: Manaqib Sayyidina Umar Radhiyallahu ‘Anhu, antara lain:
مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا إِلَّا سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ
“Tidaklah setan bertemu kamu berjalan di sebuah jalan melainkan ia akan meniti jalan selain jalanmu.”[6] Artinya setan takut kepada Umar -Radiallahuanhu-.
قَدْ كَانَ فِي الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ مُحَدَّثُونَ، فَإِنْ يَكُنْ فِي أُمَّتِي مِنْهُمْ أَحَدٌ، فَإِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مِنْهُمْ
“Sungguh di tengah umat-umat terdahulu terdapat orang-orang yang diberi ilham oleh Allah, maka jika ada seseorang di tengah umatku dari mereka maka sesungguhnya Umar ibn al-Khaththab termasuk dari mereka.” HR. Muslim (2398) dari Aisyah -Radiallahu anha-, juga Bukhari (3689) dari Abu Hurairah.
Arti kata muhaddatsun adalah mulhamun yaitu diberi ilham. Umar -Radiallahu anhu- termasuk orang yang mulham, dan al-Qur`an telah turun sesuai dengan Umar; a) dia telah memberi nasehat kepada Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- agar menghijab para istrinya, b) dia telah mengusulkan kepada Nabi: “Ya Rasulallah, andai saja Anda menjadikan maqam Ibrahim ini sebagai mushalla,” c) dia telah berpendapat tentang para tawanan perang Badar lalu Allah menurunkan al-Qur`an sesaui dengan yangg dikatakan Umar al-mulham -Radiallahuanhu-.
Jabir berkata: dikatakan kepada Aisyah -Radiallahuanha-: “Sesungguhnya ada orang-orang yang menggunjing sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- hingga Abu Bakar dan Umar (tidak luput dari gunjingannya), maka Aisyah berkata: “Apa yang mengherankanmu dari ini? Sungguh mereka (para sahabat) itu telah putus amalnya, maka Allah ingin agar pahala mereka tetap mengalir, tidak terputus dari mereka.”[7]
Ketiga: Manaqib Sayyidina Usman Radhiyallau ‘Anhu, antara lain:
مَا ضَرَّ ابْنَ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ
“Apa saja yang dilakukan oleh Usman setelah hari ini tidak akan mencelakainya.” Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- mengulang-ulang sabdanya ini.[8]
Ceritanya, Usman datang kepada Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- dengan membawa 1000 dinar yang diwadahi di bajunya sebagai infaq Usman untuk membiayai Jaisy al-Usrah (pasukan dalam masa sulit, musim panas sulit air, paceklik sulit biaya dan kendaraan, musuh besar dan tempatnya jauh yaitu Tabuk), lalu dia letakkan di pangkuan Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, lalu Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- membolak-baliknya dengan tangannya dan menyampaikan sabdanya di atas.
Dalam hal ini Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda:
مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَلَهُ الْجَنَّةُ
“Barangsiapa membiayai Jaisy al-Usrah maka baginya adalah surge.”[9] Maka Usmanlah yang membiayai pasukan, termasuk menyediakan 1000 kendaraan unta kecuali 70[10], lengkap dengan peralatannya.
مَنْ حَفَرَ رُومَةَ فَلَهُ الْجَنَّةُ
“Barangsiapa menggali sumur Rumah maka baginya adalah surga.”[11]
Ceritanya, umat Islam di Madinah kesulitan air minum, ada sumur Rumah milik orang Yahudi, untuk mendapatkan airnya umat Islam wajib membeli setiap satu qirbah seharga 1 dirham, maka Usman membelinya dengan harga mahal lalu dia memperluasnya dan membangun sekitar bibir sumur itu lalu diwaqafkan kepada umat Islam, untuk orang kaya, miskin, dan ibnu sabil. Maka sabda Nabi ini adalah untuk Usman -Radiallahu anhu-.
Nabi i mengambil Usman sebagai menantu dengan menikahkannya dengan putri beliau, Ruqayyah, sehingga menjadi pasangan paling serasi dalam Islam. Maka Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- menikahkan Usman dengan putri Nabi yang lain bernama Ummu Kultsum. Begitu senangnya Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- dengan Usman hingga diriwayatkan bahwa pada saat Ummu Kultsum wafat Nabi berkata:
ولو كانت عندي ثالثة أنكحتها، وما أنكحته إلا بالوحي
“Seandainya saya punya putri ketiga niscaya aku nikahkan ia, dan aku tidak menikahkannya kecuali dengan wahyu.”[12]
Karena mendapat kemuliaan menjadi menantu Nabi Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam- dua kali inilah beliau dijuluki “Dzu al-Nuraini”.
Dalam hal ini Husain ibn Ali al-Ju’fi bertanya kepada Abdullah ibn Umar al-Kufi: wahai Abu Abdirrahman, mengapa Usman diberi gelar Dzu al-Nuraini? Abdullah berkata:
لَمْ يَجْمَعْ بَيْنَ ابْنَتَيْ نَبِيٍّ مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ أَحَدٌ إِلَّا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ
Tidak, demi Allah saya tidak tahu, maka dia menjelaskan: Tidak ada orang yang menikahi dua putri seorang Nabi sejak nabi Adam hingga hari kiamat selain Usman ibn Affan”[13].
Keempat: Manaqib Sayyidina Ali Radhiyallahu ‘Anhu, antara lain:
لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
“Saya akan memberikan panji komando besuk kepada orang yang akan diberi kemenangan melalui tangannya, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, demikian pula Allah dan Rasul-Nya mencintainya.”[14]
Ceritanya, dalam perang Khaibar, Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- perang melawan orang Yahudi Khaibar. Saat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- telah sampai di sekitar benteng maka orang-orang Yahudi itu ketakutan, lalu Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- mengatakan sabdanya ini, yang semua sahabat sangat menginginkannya termasuk Umar -Radiallahuanhu-. Ternyata yang dicari oleh Nabi -Shalallahu alahi salam- adalah Ali yang sedang tidak hadir karena sakit mata, lalu dipanggil oleh Nabi lalu diludahi di kedua matanya dan didoakan maka langsung sembuh seolah tidak pernah sakit.
“Demi Allah yang membelah biji-bijian dan yang menciptakan manusia, sesungguhnya janji Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- kepadaku adalah: “Tidak mencintaiku kecuai mukmin dan tidak membenciku kecuali munafiq.”[15]
وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيَّ: «أَنْ لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِقٌ»
Manaqib Ali ibn Abi Thalib sangatlah banyak, beliau terkenal pemberani, penunggang kuda dan ahli ilmu. Beliau juga anak kecil yang pertama kali masuk Islam, dan sepuluh sahabat ahli surga yang paling dekat nasabnya dengan nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, serta beliau berjuluk Abu al-Sibthaini (bapak dua cucu Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- ) sebab ayah dari Hasan dan Husain. Manaqib beliau sangat banyak hingga Imam Ahmad berkata: “Tidak diriwayatkan untuk seorang sahabat seperti yang diriwayatkan untuk Ali.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Kelompok Rafidhah banyak membuat manaqib palsu, padahal beliau (Ali) tidak memerlukannya.”
Imam an-Nasa’i telah mengumpulkan semua riwayat tentang manaqib Ali, dan banyak sekali dengan sanad-sanad yang jayyid. Maka kitab Imam Nasa’i yang berjudul “Khashaish Ali -Radiallahuanhu-” adalah bukti kecintaan Ahlu Sunnah kepada Ali t. Ahlu Sunnah meyakini bahwa mencintai Ali adalah agama dan iman.[16] [*]