Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia (humanus) lebih manusiawi (humanior), dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain: Teologi, Filsafat, Hukum, Sejarah, Filologi, Bahasa, Budaya & Linguistik (Kajian bahasa), Kesusastraan, Kesenian, dan Psikologi. Ilmu ini terus dikembangkan sehingga di perguruan tinggi ada Fakultas Humaniora’ (Faculty of Humanities).1
Yang perlu kita singgung dalam makalah ini ada dua; pertama, tatkala ilmu-ilmu humaniora diadopsi ke dalam lingkup pendidikan tinggi, ilmu-ilmu ini dipandang penting untuk diajarkan kepada semua mahasiswa dari jurusan manapun. Itulah sebabnya, pengajaran humaniora lalu diberi predikat studium generalis. Adopsi atas ilmu-ilmu ini ke dalam pembelajaran universitas didorong oleh keprihatinan atas terjadinya alienasi (pengasingan) di antara ilmu-ilmu anak (vak) yang mereduksi hakikat kemanusiaan. Demikian alasan mereka, padahal hakekat manusia yang sesungguhnya sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk menghamba kepada Allah semata melalui ajaran Rasulullah i justru mereka reduksi bahkan mereka ingkari.
Kedua, apakah ilmu pendidikan Islam termasuk ilmu-ilmu kemanusiaan ini?
Pertanyaan ini muncul karena telah menjadi kebiasaan di banyak buku yang membagi dan mengelompokkan ilmu memasukkan ilmu-ilmu pendidikan dengan segala cabangnya ke dalam kelompok ilmu humaniora (bahasa inggrisnya humanities), sedangkan ilmu-ilmu kemanusiaan adalah istilah Barat yang berarti ilmu-ilmu yang memberi perhatian dalam mempelajari manusia, yang sumbernya secara utuh berasal dari pikiran manusia, pengalaman manusia dan keseharian manusia.
Oleh karena itu berdasarkan pengertian di atas Syaikh Dr. Shalih ibn Ali Abu ‘Arrad (dosen pendidikan Islam di Kulliyyah Muallimin Abha KSA) menjawab:
Berdasarkan pengertian ini maka ilmu-ilmu kemanusiaan seperti ilmu pendidikan, ilmu psikologi, ilmu sosial, ilmu ekonomi, dan ilmu sejarah dan lain-lain sangat berbeda secara radikal dari ilmu-ilmu ilahiyyah syar’iyyah yang mengacu sumbernya, dibagun manhajnya dan diambil arahan-arahannya dari wahyu ilahi dan tasyri’ rabbani yang datang dari Allah yang tidak tersusupi kebatilan sedikitpun dari arah depan maupun belakang.
Bertolak dari keberadaan pendidikan Islam –sebagaimana yang sudah dikenal oleh semua- sebagai salah satu cabang ilmu-ilmu pendidikan yang memberi perhatian kepada studi prinsip-prinsip dasar tarbiyah, sejarahnya, pemikirannya, metodologinya, teknik-tekniknya dan yang lainnya dari sudut pandang Islam, maka sejatinya ilmu pendidikan Islam berbeda akarnya dari ilmu-ilmu pendidikan umum. Jadi, ilmu pendidikan Islam tidak berafiliasi secara total kepada ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), dan tidak mungkin dikatakan bahwa ilmu pendidikan Islam berada langsung di bawah benderanya secara penuh, sebab ilmu pendidikan Islam memiliki dua sumber; yang pertama dan utama adalah wahyu ilahi yang berbentuk kitab Allah yang agung yaitu al-Qur`an al-Karim dan Sunnah Rasul i baik ucapan beliau, perbuatan beliau dan sikap beliau. Dengan demikian maka ilmu pendidikan Islam itu adalah ilahiyyatul mashdar (sumbernya bersifat ketuhanan). Ini adalah sumber utama dan pokok bagi pendidikan Islam.
Sebagaiman Ilmu pendidikan Islam mengambil dari sumber lain yang bisa disebut sumber cabang yang meliputi dua bagian:
Dengan demikian maka ilmu pendidikan Islam juga insaniyyah atau basyariyyatul mashdar (sumbernya bersifat manusiawi) dalam maqam kedua. Yang biasa disebut sumber cabang bagi pendidikan Islam. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa mengelompokkan ilmu pendidikan Islam ke dalam ilmu-ilmu pendidikan yang berada di bawah ilmu-ilmu humaniora adalah pengelompokan yang tidak benar sama sekali, dan tidak sesuai dengan fakta, yang menegaskan tanpa ragu-ragu bahwa ilmu pendidikan Islam bukanlah ilmu yang bersumber satu, tetapi bersumber dua, yaitu menggabungkan antara wahyu ilahi dalam tingkat pertama, dan pengetahuan manusia pada peringkat kedua, dengan syarat pengetahuan manusia ini (apakah kuno atau modern) tunduk kepada wahyu, tidak menentang wahyu.2
Cukup jelas kiranya paparan dan argumentasi Dr. Shalih bin Ali Abu ‘Arrad dalam mengkritisi pengelompokan Ilmu pendidikan Islam ke dalam ilmu-ilmu humaniora. Sebab, ilmu-ilmu humaniora (kemanusiaan) itu pada dasarnya berada dalam satu laci dengan ilmu-ilmu alam, yaitu sebagai ilmu-ilmu empiris yang sekular. Ilmu-ilmu alam menangkap esensi objek ilmiah (non manusia) pada klaim-klaim kaum materialisme, sementara ilmu-ilmu kemanusiaan cenderung lebih mengarahkannya pada klaim-klaim idealisme. Di samping itu bagi orang sekuler ilmu-ilmu kemanusiaan yang berkarakter deskriptif itu lazimnya adalah bebas-nilai.3
Akhirnya saya mengajak semua aktivis pendidikan Islam untuk bersikap kritis, dengan menggunakan sudut pandang Islam dalam melihat berbagai persoalan. Kemudian aktif melakukan islamisai ilmu di lembaga pendidikan masing-masing. Kita perlu meluruskan hal-hal yang salah kaprah ini yang telah menyeret jauh umat Islam meninggalkan ajaran-ajaran agamanya dan menukar dengan yang salah. [*]
3 http://business-law.binus.ac.id/2014/10/25/apa-humaniora-sama-dengan-humanities/