DISTRIBUSI BANTUAN KEMANUSIAAN DI SITTWE RAKHINE

MISI KEMANUSIAAN KE ARAKAN (Rakhine State) BURMA

Pada bagian lalu telah kita sampaikan bahwa kita melaksanakan misi kemanusiaan untuk Muslim Rohingya di 3 kampung muslim Rohingya yang berada di balik komplek militer Myanmar di kota Sittwe. Dua dari kampung itu telah kita sebutkan yaitu kampung Ko Souny 1 dan Ko Souny 2 (Kramat Fara). Sekarang kita lanjutkan yang ketiga yaitu Desa Mek Lowwee Kuan dan agenda-agenda lainnya.

Desa Mek Lowwee Kuan
Kamis 3 Jumada Tsaniyah 1438 H/ 2 Maret 2017, setelah melakukan misi di desa Ko Souny kami melanjutkan ke desa Rohingya yang ketiga yaitu Mek Lowwee Kuan yang terdiri dari 133 KK dengan 584 jiwa.
Kami segera menggelar sembako di pinggiran desa untuk dibagikan kepada umat Islam yang sudah lama menunggu. Sebelum pembagian kami sempat keliling melihat rumah-rumah gubuk yang tidak layak dihuni oleh manusia.

Ditengah-tengah pembagian berlangsung kami juga sempat naik ke desa dan melihat padusan mereka yang berada di belakang rumah masing-masing seperti ini:

Setelah pembagaian selesai, kami berpamitan lalu kami pergi meninggalkan desa penghasil batu-bata itu:

Dan di kanan kiri jalan selalu kita melihat tumpukan damen kering seperti ini:

 

Kita melewati satu desa yang ada pohon bidara besar, dengan seorang anak memanjat untuk mengambil buah ziti (di Kuwait disebut buah Kenar), seperti ini:

Demikianlah misi kami di pagi itu, memberi bantuan di 3 desa muslim Rohingya yang berada di belakang markas militer dan dikepung dengan kawat berduri. Perasaan kami bercampur aduk, antara iba, haru, geram, sabar, syukur, ingat masa penjajahan Belanda dan Jepang terhadap Indonesia dan perasdaan-perasaan lainnya.

Kami kembali keluar menyusuri jalan berdebu lalu keluar di antara komplek militer lalu beluk kanan menuju ke arah utara kemudian menyebrang jalan dan menyusuri kawat berduri di sebelah kanan ke arah barat hingga akhirnya melintasi rel kereta api. Tujuan kami adalah mengunjungi masjid tertua di Mayzaelee Gong Village dibangun 1794 M.
Untuk menuju Desa Mayzaelee kita membelah jalan desa yang terdiri dari pasir tebal, sehingga mobil terasa berselancar diatas pasir.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam tibalah di desa Mazaelee gong. Desa ini terdiri dari 300 kk, dan termasuk dari 50 desa penyanggga. Meskipun jauh dari kota Sittwe namun rasa ketakutan tampak di wajah pengantar kita, sebab mata-mata ada di mana mana. Pengantar mengatakan: quickly! No activity! Sehingga kitapun tidak bisa shalat walau hanya shalat tahiyyat 2 rakaat singkat. Waktu itu adalah saat shalat dhuhur, kitapun tidak bisa melaksanakannya. Kami segera berfoto di depan pintu gerbang yang bertuliskan tahun pembangunan masjid “1794”.


Tampak depan
Sebelum masuk Kami sempatkan untuk lihat padusan, kolam tempat wudhu yang berada di sebelah kanan masjid, cukup luas yang menunjukkan dulunya makmur.

Airnya bening dan permanen.
Di samping kanan depan juga ada sumur besar yang airnya tidak dalam.

Setelah itu kami masuk, dan menjumpai 2 orang tua (64 tahun dan 91 tahun) yang ada di dalam masjid sedang istirahat lalu bangkit menuju padusan untuk wudhu.

Tampak mihrab masjid. Masjid tua yang masih kokoh namun lengang karena orang shalatpun ketakutan

Tampak pojok kiri

Tampak belakang dan pojok kiri

Setelah itu kami meninggalkan desa Mayzaelee Gong kemudian belok kanan untuk mengunjungi Sekolahan alar sin village:

Ini tampak dalam sekolahan yang berubin. Ini terbilang baru dan bagus. Kalau madrasah atau tempat ngaji di desa Kon Souny 1 seperti ini, alas gedhek dan karpet lusuh:

Tempat-tempat ngaji seperti ini akhirnya kita beri bantuan bangku-bangku untuk ngaji dan belajar.
Setelah itu kami keluar lagi ke jalan raya menyusuri kawat berduri.

Kami memasuki pintu gerbang kamp pengungsian Rohingya yang dijaga polisi. Kemudian kami melewati Pasar michau (muslim) kami mampir membeli pisang dan anggur. Timbangannya sangat unik.
Kami langsung ke rumah panitia local untuk makan siang.

Misi di kampong Dar Paing
Setelah selesai makan siang kami melanjutkan untuk melakukan pembagaian bantuan yang terakhir di hari itu yaitu di kampong Dar Paing, kampong besar yang menjadi pusat peradapan muslim Rohingya.

Pada pendistribusian bantuan terakhir ini saya putuskan untuk melakukan siaran live melalui TV Streaming al-Umm. Alhmadulillah perasaan campur aduk antara haru dan iba dan takut dan bangga, kami menyiarkan live yang dihiasi oleh linangan air mata. Bisa bisa menyaksikan videonya dengan judul “Live LIVE DISTRIBUSI BANTUAN KEMANUSIAAN DI SITTWE RAKHINE MYANMAR”

setelah pendistribusian yang keenam dan terakhir ini kami pulang ke hotel. Karena hari masih siang maka kami minta diantar keliling. Lalu kami dibawa untuk melihat kampong muslim Aung Mingalar. Insyaallah kampong Aung Mingalar akan kita bahas edisi depan.
Kami pulang membeli ziti (buah pohon Bidara) yang sangat lezat. Karena kemarinnya sudah merasakan enaknya ziti, maka kami kali ini minta di bawa ke pasar untuk beli sekaligus untuk bekal ke Mrauk-U.

Buah ziti yang bening dan manis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *