Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Alhamdulillah, dengan izin Allah -Subhanahu wa ta’ala- al-faqir mendapatkan sanad hadits dari Syekh Dr. Muhammad Nashir al Ajmi al-Musnid al-Kuwaiti, Syekh Dr. Nizham Ya’qubi al-Bahraini, Syekh Prof. Dr. Muhammad Zaenal Abidin Rustum al-Maghribi, Syekh Dr.Yusuf ibn Ibrahim al-Kattani al-Maghribi, Syekh al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Makki dan juga Syekh Akram Ziyadah al-Urduni untuk sebagian hadits.
Sanad Hadits Saya Kepada Imam al-Bukhari
Di makalah ini akan saya sebutkan dua sanad saya kepada Imam al-Bukhari rahimahullah:
Pertama: Sanad al-Termasi
Saya (Abu Hamzah ibn Qamari ibn Abdul Ghani al-Sanuwi al-Jawi), telah mengabarkan kepada saya:
Dengan demikian antara saya dan imam Bukhari dalam sanad ini terdapat 24 perawi, dan antara saya dengan Rasulullah i berdasarkan Tsulatsiyyat Imam Bukhari ada 28 perawi. Sanad yang panjang. Semoga Allah merahmati semua guru saya. Aamiin.
Kedua: Sanad al-Kattani (Magharibah)
Sanad ini –jika shahih- adalah sanad tertinggi insyaallah, yaitu dari Syaikhi Syekh Dr. Yusuf al Kattani al-Maghribi penulis Kitab Kalimat Shahih al-Bukhari (744 halaman, cet. Kementrian Wakaf al-Maghrib), berdasarkan Tsulatsiyyat Imam Bukhari, maka antara saya dengan Imam Bukhari hanya ada 13 perantara, dan antara saya dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ada 17 perantara.
Maka saya berkata:
Saya meriwayatkan Shahih al-Bukhari dengan sanad tinggi:
Dengan sanad ini pula saya meriwayatkan Shahih al-Bukhari dan kitab-kitab lainnya dari Syaikh Prof Dr. Muhammad Zaenal Abidin Rustum (penulis kitab Nudhrah Ahl al-Hadits dan pendiri Madrasah Fikriyah untuk membela al-Qur`an dan al-Sunnah) dari guru beliau Syaikh Dr. Yusuf al-Kattani. Syekh Muhammad bertemu saya di Kuwait dan memberikan hadiah banyak kitab, kemudian memberi ijazah kepada saya dan dikirimkan dari al-Maghrib pada hari Senin, 22 Jumada al-Akhirah 1433 H.[4]
Contoh Hadits dari Tsulatsiyyat Imam al-Bukhari
– حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ (البلخي، شمال أفغانستان، الآن مزار شريف ت 214 هـ)، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدٍ (الحجازي ت 146 هـ)، عَنْ سَلَمَةَ (المدني ت 74 هــ)، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»
Dari sinilah pentingnya sanad yang sambung kepada para Tabi’in, Para Sahabat dan kepada Rasulullah i (khususnya sampai akhir masa tadwin al-Sunnah yaitu abad ketiga hijriyah, setelah itu jarang sekali riwayat syafahiyyah) untuk mengetahui apakah riwayat itu shahih atau tidak, apakah riwayat itu maqthu’, mauquf atau marfu’. Berbeda dengan ahli ahwa` wa al-bida’ yang tidak sambung sanad ajarannya kepada Rasulullah i, seperti Syiah Rafidhah yang banyak berdusta atas nama Ahlul Bait dan atas Nama Rasulullah i, sebagaimana saya buktikan dalam disertasi saya dengan judul “Studi Kritis Konsep Ilmu dalam Kitab Nahj al-Balaghah dan Implementasinya dalam Penguatan PAI ”. Kitab Nahj al-Balaghah adalah kitab suci bagi Syiah setelah al-Qur`an, karya Syarif Radhi al-Rafidhi.
Kitab Khashaish al-Aimmah yang merupakan pengantar bagi Nahj al-Balaghah berisi hadits alawi sebanyak 174 ditambah 15 di bagian akhir, sehingga berjumlah 180 hadits alawi yang sebagiannya diulang di dalam Nahj al-Balâghah, dan berisi hadits nabawi sebanyak 11 hadits. Hadits nabawi inipun banyak yang palsu dan khurafat semisal hadits:
مَنْ زَارَ عَلِيًّا بَعْدَ وَفَاتِهِ فَلَهُ الْجَنَّةُ
“Barangsiapa berziarah ke kuburan Ali maka baginya surga.”[5] Sama dengan hadits palsu yang diriwayatkan gurunya dalam al-Irsyad (h. 252) yang berbunyi:
مَنْ زَارَ الْحُسَيْنَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَلَهُ الْجَنَّةُ
Inilah salah satu pembeda agama Islam dari agama-agama lain. Dan pembeda antara Ahlu Sunnah dan sekte-sekte yang lain.
Pada saat terjadi fitnah dan muncul ahli-ahli bid’ah di tahun 35 H, saat terbunuhnya Khalifah Usman r.a. konsep sanad ini mulai diterapkan dengan serempak dan ketat. Imam Muhammad ibn Sirin (w. 110 H) bersaksi:
لَمْ يَكُوْنُوْا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا: سَمُّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ، وَيُنظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ.
“Mereka dulu tidak bertanya tentang Isnad, tetapi ketika terjadi fitnah mereka berkata: Tolong sebutkan para perawi kalian, maka dilihatlah kepada Ahlu Sunnah lalu diambil hadits mereka dan dilihatlah kepada ahli Bid’ah lalu tidak diambil hadits mereka.” [6]
Ini menunjukkan bahwa ketika hadits itu beredar di tengah-tengah Sahabat saja, mereka saling memberitahu dan tidak perlu bertanya tentang isnad, karena semua Sahabat ‘udûl (bentuk jamak dari ‘âdil yang artinya shahih dan dipercaya) berdasarkan nash dari Allah, Sunnah dan Ijma’[7].
Belajar dari Syaikh al-Termasi dan para ulama Ahli Hadits
Hampir semua Ahli hadits berguru, bermulazamah, bertalaqqi kepada para syaikh Ahlu Sunnah sampai khatam lalu mendapatkan ijazah untuk meriwayatkan, mengajar, dan menulis. Begitu pula dengan Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Termasi, lahir di Termas Pacitan, lalu belajar kepada ayahnya, kemudian mulazamah kepada Syaikh Kyai Muhammad Shalih Darat al-Samarani, kemudian pindah ke Makkah belajar kepada Sayyid Abu Bakar Syaththa al-Makki, Syekh Abdul Ghani al-Bimawi al-Jawi, al-Mufassir al-Faqih Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi, Syekh Muhammad Zainuddin Badawi al-Sumbawi dll.
Dia lebih memilih Makkah dari pada Pacitan, maka saat ayahnya yang memipin pesantren yang didirikan oleh kakeknya itu wafat dia tetap tidak mau pulang. Akhirnya pesantren dikembangkan oleh adiknya Kyai Dimyati, dan Kyai Muhammad Mahfuzh memilih tetap tinggal di Makkah.
Setelah mendapatkan ijazah dari guru-gurunya dia mulai mengajar dan mengarang. Di antara muridnya adalah KH. Hasyim Asy’ari (1366 H) pendiri Nahdhatul Ulama (NU), dan al-Muhaddits Umar ibn Hamdan al-Mahrasi al-Madani al-Makki (1368 H) yang mendapatkan ijazah untuk seluruh kitab dan riwayat-riwayatnya.
Sedangkan kitab karangannya ada sekitar 20 kitab, meliputi ilmu fikih, ushul fikih, hadits dan ilmu hadits serta qira`at dan lainnya, hingga Syaikh Yasin al-Fadani berkata: “Dia adalah alim, muhaddits, musnid, faqih, ushuli dan muqri`.” Beliau akhirnya wafat (1920 M) dan dimakamkan di Maqbarah al-Ma’la Makkah, rahimahullah rahmatan wasi’an.
Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Termasi sangat bagus akhlaknya, tidak pernah mengurusi yang bukan urusannya, qana’ah, wira’i , sabar, dan tawadhu’. Beliau memiliki satu anak dan hafal al-Qur`an.
Dari penjelasan singkat ini kita bisa mengambil pelajaran dan kesimpulan:
Misal, mana yg lebih utama alhamdulillah (syukur dan tauhid) atau la ilaha illallah (tauhid saja). Maka Syaikh al-Tarmasi berkata: “Alhakim bidzalik qoulunnabi:
أَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّوْنَ قَبْلِي لاَ إلهَ إِلاَّ الله”
“Sesuatu yang paling utama yang pernah aku dan para nabi sebelumku katakan adalah Laa ilaha illallah.”
قولو اللهم صل على محمد وعلى آله
“Ucapkan oleh kalian ; ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarganya.”
Di halaman 180, beliau menegaskan wajibnya mencintai para Sahabat Nabi i dan melaknat orang-orang yang mencaci Sahabat. Nabi i bersabda:
من سب أصحابي فعليه لعنة الله
“Barangsiapa mencaci sahabatku maka dia dilaknat oleh Allah.”
Ini beliau terangkan di halaman 111.
Beliau mengatakan: “Telah berijma’ para ulama bahwa belajar langsung dari lisan para guru adalah lebih utama daripada belajar dari buku.” Lalu beliau menyebutkan 3 alasan, yaitu: a) sampainya makna-makna dari nasib (yang bisa bicara dan faham) kepada nasib. berbeda dengan buku yang bukan nasib. b) jika ada kesulitan memahami sebagian penjelasan guru maka guru bisa membahasakan dengan kalimat lainnya yang bisa dipahami. c) di buku ada hal-hal (disebutkan ada 8) yang bisa menghalangi dari ilmu, hal ini tidak ada pada guru.
Di halaman 159 beliau menerangkan bahwa al-Fatihah itu merangkum semua isi al-Qur`an.
Saya katakan: Ini tentang tauhid Rububiyyah dan Tauhid Asma’ dan Shifat.
Saya katakan: Ini tentang tauhid Ubudiyyah atau Uluhiyyah.
Saya katakan: Ini mencakup manhaj, ushul, fiqih dan akhlak serta adab.
Saya katakan: Ini tentang al-wala’ (kecintaan dan pembelaan)
Saya katakan: Ini tentang al-Bara` (kebencian dan permusuhan)
Malang, Selasa 23 Desember 2015
082 333 55 4141
Disampaikan dalam Seminar Internasional Program Doktor Pendidikan Islam PascaSarjana UIK Bogor, dengan Topik “Peran Ulama Indonesia di Dunia Pendidikan Internasional” pada hari Senin, 17 Rabiul Awal 1437 H/ 28 Desember 2015.