Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Laporan 9 MISI KEMANUSIAAN KE ARAKAN (Rakhine State) BURMA
Bagaimanakah Kondisi Paungdok?
Jumat, 4 Jumada Tsaniyah 1438 H/ 3 Maret 2017. Begitu tiba, kami sangat penasaran, sebab desa ini sangat jauh dari Sittwe. Kami berusaha untuk masuk desa dengan mobil, namun karena buruknya kondisi jalan dan miskinnya desa itu hingga mobil pun tidak bisa masuk. Perasaan kami sudah tidak karuan. Perasaan iba, kasihan, prihatin campur aduk jadi satu. Di situ tidak ada yang bisa bahasa Arab. Ada yang bisa bahasa Inggris karena dia guru bahasa Inggris di sekolah maka melalui dia kita bisa menggali informasi tentang desa Paungdok.
Foto anak Rohingya di Paungdok Agustus 2012.1
Sementara di bawah ini adalah satu “Flash Pesan anti Rohingya” menjelang pemutaran film di Mrauk-U Agus 2012.
Sebagai peneliti, saya sangat penasaran, dan ingin tahu masjid yang ada di dalamnya. Desa Paungdouk dihuni oleh 5 ribu penduduk muslim Rohingya, dengang 5 masjid.
Menurut satu sumber berita disebutkan bahwa ada satu masjid yang berumur 500 sampai 800 tahun: “The mosque of Paungdok, a Rohingya village with about 500 houses and 5,000 people. This mosque is said to be from 500 to 800 years old.” (Masjid Paungdok, sebuah desa Rohingya dengan sekitar 500 rumah dan 5.000 orang. Masjid ini dikatakan berusia 500 sampai 800 tahun.”2 Kami belum tahu masjid mana yang dimaksud sebab yang berhasil kami kunjungi baru 2 masjid, namun kata penduduk itulah masjid yang paling tua yang. Seingat saya -sekarang (26/12/2017)- tertulis di sana tahun 1200-an Hijriyah yang berarti baru berumur 200-an tahun. Wallahu a’lam.
Ini masjid pertama yang kami kunjungi. Sangat mengenaskan kondisinya
Foto bagian dalam Masjid, saya ambil dari jendela.
Foto rumah Imam Masjid, di samping kiri masjid menghadap ke masjid. Juga sangat memprihatinkan.
Selanjutnya kami meminta diantar ke masjid yang katanya paling tua. Kami berjalan cukup cepat sebab waktu singkat dan jarak masjid cukup jauh ke dalam. Orang tidak mengenal nama masjid apa, yang penting mereka menyebut Masjid Jami’, masjid paling besar, paling tua.
Ini foto masjid itu pada tanggal 30 April 2010 .
Kami berjalan terus, diikuti oleh sebagian rombongan dan penduduk desa. Kedatangan kami bagi mereka adalah langka. Sangat jarang ada relawan masuk sebab jaraknya jauh, tidak aman dan bukan pengungsi. Setelah berjalan lurus lalu belok ke kiri hingga sampailah kita di masjid.
Foto masjid dari halaman.
Foto mihrab masjid dan mimbar dengan 3 anak tangga.
Hari itu hari Jum’at sekitar pukul 11 waktu setempat. Di masjid ada seorang ustadz yang seperti tinggal di situ, namun sayang tidak begitu bisa berbahasa Arap. Suasana masjid sepertinya tidak siap untuk kedatangan orang yang akan melakukan shalat Jum’at. Sangat-sangat mengenaskan. Terlihat suasana mencekam, membuat orang malas beribadah.
Foto tempat amplifier dan aki yang sudah usang.
Foto blumbang atau kolam tempat padusan dan wudhu di samping kanan masjid. Ini kolam terbesar yang ada di desa Paungdok, sebab saat saya tanya tentang tempat yang dikunjungi wisatawan, mereka bilang tidak ada. Saat saya tanya, misal sungai atau danau atau tempat pemandian, maka mereka menjawab ya kolam ini.
Sebelum meninggalkan masjid kita foto bersama dengan anak-anak yang mengiringi kami.
Tidak jauh dari masjid kami mendapatkan pemandangan yang unik, seorang anak gadis usia SD kelas V sedang menumbuk beras untuk dijadikan tepung. Mengingatkan kita pada suasa masa penjajahan Belanda atas Indonesia. Walaupun alatnya berbeda yaitu kalau di Jawa dikenal alat dengan nama lumpang dan juga Lesung. Kalau di Paungdok ini ada lumpak dengan alat penumbuknya yang unik, yaitu diinjak. Perhatikan gambar berikut
Setelah itu kami bergegas kembali. Di tengah jalan kami mendapati madrasah dan tempat ngaji satu-satunya di Paungdok yang tidak tega melihatnmya.
Ini jalan desa yang tidak bisa dilewati mobil. Tepat di foto ini kita belok kiri memasuki halaman sekolah.
Foto sekolah dari bamboo, yang lantainya juga “gedhek tlempe” sudah lapuk.
Di samping kanan bangunan gedhek ini ada bangunan permanen tetapi sudah rusak juga.
Saya terus kembali ke teman-teman yang sudah lebih dahulu pergi mencari warung karena lapar.
Menghilangkan lapar di satu-satunya warung
Sampailah ke warung pak Muhammad. satu-satu-nya warung makan di Paungdok yang terletak di pinggir jalan Raya.
Foto dari warung ke kanan ke arah kota Mrauk-U
Foto dari warung ke kiri. Kiri dan kanan jalan raya ini adalah desa muslim. Dan di seberang jalan raya ini ada masjid tempat dilaksanakannya shalat Jumat. Namun sayang kami kehilangan momen langka shalat Jumat di Paungdok, sebab kami harus menemani 2 guide dari Budha, dan kami cukup dengan shalat jamak qashar. Sementara seluruh muslim di warung kami perintahkan untuk shalat jumat dulu, baru kembali ke warung.
Kami di warung muslim ini memesan ayam hidup yang kemudian disembelih dan dimasak. Sampai akhirnya kami makan besar di hari itu.
Pemilik warung serta seluruh tokoh muslim merasa senang dengan kehadiran kami. Mereka banyak menaruh harapan kepada kami, namun kami meminta maaf sebab jarak yang jauh dan tidak aman.
Akhirnya kam pamit untuk melanjutkan ke Mrauk-U.
Perlu diketahui bahwa selain Paungdok masih ada 12 desa muslim lagi di sekitarnya, yang jumlah keseluruhan penduduk ada 25 ribu Muslim.
Ya Allah rahmatilah saudara-saudara kami muslim Rohingya.
Mereka lebih mengenaskan, karena jauh dan jarang yang mengunjungi sebab mereka bukan pengungsi.
Para pembaca yang mulia, kami berharap dengan foto dan sedikit informasi ini Anda bisa membayangkan tingkat penderitaan dan kebutuhan mereka kepada kepedulian saudara muslim di manapun mereka berada, khususnya tetangganya, yaitu Indonesia.
Lalu apa yang akan terjadi di Mrauk-U? Nantikan episode berikutnya. [*]
1 http://www.dvb.no/photos/the-rohingya-a-forgotten-people-burma-arakan-myanmar/32160
2 http://www.gettyimages.nl/detail/nieuwsfoto’s/the-mosque-of-paungdok-a-rohingya-village-with-about-500-nieuwsfotos/166941385#the-mosque-of-paungdok-a-rohingya-village-with-about-500-hourses-and-picture-id166941385