arti kehidupan

Arti Kehidupan

Dalam mengarungi dan menggeluti kehidupan sejak kecil hingga menjelang kepala lima ini sudah banyak pelajaran dan hikmah yang saya dapatkan. Diantaranya makna dan arti dari kehidupan berikut lawannya.

Arti Kehidupan

Dalam mengarungi dan menggeluti kehidupan sejak kecil hingga menjelang kepala lima ini sudah banyak pelajaran dan hikmah yang saya dapatkan. Diantaranya makna dan arti dari kehidupan berikut lawannya.
Berdasarkan ilmu dan pengalaman maka saya bisa mengatakan bahwa “Hidup adalah pengabdian, perjuangan dan pembelajaran dalam kebersamaan di waktu yang terbatas menuju ridha Allah Ι.”

اَلْحَيَاةُ هِيَ الْعُبُوْدِيَّةُ وَالْخِدْمَةُ وَالْكِفَاحُ وَالتَّعَلُّمُ مَعَ مُحِيْطِهِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى اِبْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ

Syarah:
Hidup adalah pengabdian:
Mengabdi kepada Allah (ubudiyyah lillah) dan berkhidmat (melayani) hamba-hamba Allah.
Oleh karena itu manusia yang terbaik kehidupannya adalah yang paling bertakwa kepada Allah dan paling banyak memberi manfaat kepada hamba Allah.
Maka orang yang tidak mengabdi kepada Allahg adalah orang mati, dan orang yang tidak melayani hamba-hamba Allah juga orang mati, walaupun dia masih berjalan, makan dan minum.
Sedangkan orang yang sudah mengabdi kepada Allah dan melayani hamba Allah namun dalam bentuk yang masih minim dan kurang maka ini adalah kondisi lemah dan sakit, perlu diobati dan disehatkan.

Hidup adalah Perjuangan:
Orang yang hidup pasti berjuang, berusaha keras tanpa kenal putus asa untuk mewujudkan cita-citanya yang mulia, cita-cita keluarganya, agamanya, peradaban dan kemakmuran negaranya.
Dalam perjuangan ini diperlukan pengorbanan-pengorbanan untuk mendapatkan yang tertinggi.
Motto orang muslim yang hidup adalah “Isy kariman aw mut Syahidan”
Orang yang tidak mau berjuang maka sejatinya dia adalah “mayit yang berjalan”.
Orang yang tidak bersungguh-sungguh berjuang maka dia adalah orang lemah dan sakit perlu diobati dan disehatkan.

Hidup adalah pembelajaran:
Selama kita hidup, kita terus belajar, sejak kita berada di ayunan hingga kita masuk ke liang kuburan.
Orang mukmin wajib menimba ilmu dari seorang guru, wajib tanggap dan jeli, belajar dari sejarahnya sendiri, mengikuti sabda Nabi: “Orang mukmin itu tidak disengat dalam satu lubang dua kali”.
Bahkan orang mukmin harus belajar dan bercermin dari sejarah orang lain.
Orang mukmin yang hidup harus memegangi prinsip nabawi: “Hikmah itu adalah barang milik orang mukmin yang hilang, dimana saja dia menemukannya, dia lebih berhak dari pada orang lain”.
Orang mukmin selalu mendengarkan ucapan dan menerima yang terbaik.
Orang mukmin tidak diperintah oleh Allah untuk meminta tambahan kecuali ilmu dan susu.
Dengan demikian, orang yang tidak mau belajar adalah “mayit yang berjalan”. Imam Syafi’I mengatakan:

اِصْبِرْ عَلَى مُـِّر الْجَفَـا مِنْ مُعَلِّمِ # فَإِنَّ رُسُوْبَ الْعِلْمِ فِي نَفَرَاتِهِ
وَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَــةً # تَجَرَّعَ ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَمَن فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِــهِ # فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِــهِ
وَذَاتُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى # إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ

Bersabarlah atas pahitnya sikap kasar seorang guru
Sebab gagalnya ilmu berasal dari menjauhi sumber ilmu
Barang siapa tidak mengenyam pahitnya belajar sesaat
Maka ia meneguk hinanya kebodohan sepanjang hayat
Barang siapa tidak belajar waktu mudanya
Maka bertakbirlah empat kali atas kematiannya
Nilai pemuda demi Allah adalah dengan ilmu dan takwa kepada ilahi
Jika keduanya tidak ada maka dirinya tidaklah berarti
Dalam kebersamaan
Pengabdian, perjuangan dan pembelajaran tidak bisa sendirian, sebab manusia adalah kain ijtima’I (makhluk social)
Oleh karena itu diperlukan adanya ta’amul (interaksi) dan ta’awun (kerjasama), baik secara permanen dalam sebuah lingkungan masyarakat atau oraganisasi, atau secara temporer dalam satu kondisi atau satu kebutuhan.
Semua bentuk ta’amul dan ta’awun ini memerlukan adab atau akhlak. Perbedaan status dan posisi melahirkan hak dan kewajiban tersendiri. Maka orang yang beradab adalah orang yang memenuhi hak orang lain; orang tua, saudara, kerabat, guru, atasan, kawan, tetangga bahkan musuh sekalipun.
Begitu tinggi nilai adab ini sampai Nabi i bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقَا وَخِيَاركُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

Mukmin yang paling sempurna adalah mukmin yang paling bagus akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya kepada istri-istrinya. (HR Turmudzi dari abu Hurairah, Silsilah Shahihah (284)
Syaikh Utsaimin berkata:
فَخَيْرُ النَّاسِ هُوَ خَيْرُهُمْ لِأَهْلِهِ لِأَنَّ الْأَقْرَبِيْنَ أَوْلَى بِالْمَعْرثوْفِ فَإِذَا كَانَ فِيْكَ خَيْرٌ فَلْيَكُنْ أَهْلُكَ هُمْ أَوَّلُ الْمُسْتَفِيْدِيْنَ مِنْ هَذَا الْخَيْرِ

Sebaik-baik manusia adalah yang terbaik kepada istrinya, sebab orang yang paling dekat dengan dirinya adalah yang paling berhak mendapatkan kebaikannya. Jika engkau memiliki kebaikan maka hendaklah istrimu orang pertama kali yang merasakan kebaikan itu…

Nabi i bersabda:

أَنْزِلُوا النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ

Dudukkan manusia itu sesuai dengan kedudukannya”. (Hadits Aisyah dari Maimun ibn Abi Syabib. Dishahihkan Hakim, Nawawi dan dihasankan Sakhawi. Imam Muslim menyebutkan dari Aisyah rh secara mu’allaq: kami diperintah oleh Rasulullah i untuk menempatkan manusia sesuai dengan kedudukan mereka.)

Rasulullah i bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوْقِرْ كَبِيْرَنَا وَيَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَ عَنِ الْمُنْكَر

Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dari kami dan tidak menghormati orang yang tua dari kami, dan yang tidak beramar makruf nahi anil munkar. (HR. Turmudzi, Ahmad, Hakim, Shahih, dari Ibn Abbas)

Nabi i bersabda:
فَأَعْطِ كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ

Maka berikanlah setiap orang yang memeiliki hak itu haknya.” (Bukhari dan Muslim dari ibn Amr d)
Dengan demikian, orang yang menyendiri tidak normal hidupnya, dan tidak sehat jiwanya, tidak sempurna agamanya.

Orang yang tidak berakhlak tidak akan bisa hidup bersama, menjadi hina, dan tidak bahagia hidupnya.
Di waktu yang terbatas
Kehidupan kita di dunia ini pasti berakhir, sepanjang apapun usia pasti berakhir, dan sangat pendek jika dibanding dengan kehidupan akhirat.

Allah berfirman:
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (الأنعام: 60)
الر كِتابٌ أُحْكِمَتْ آياتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1) أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتاعاً حَسَناً إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخافُ عَلَيْكُمْ عَذابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ (3) إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (هود: 4)

Maka orang terbaik adalah orang yang memenuhi usianya dengan pengabdian, perjuangan dan pembelajaran. Nabi i ditanya tentang siapakah manusia yang terbaik?

Maka beliau bersabda:
«مَنْ طَالَ عُمُرُهُ، وَحَسُنَ عَمَلُهُ»

Yaitu orang yang panjang usianya dan bagus amalnya.” (HR. Tirmidzi, shahih dari Abdullah ibn Busr dll)

Nabi i menasehati seseorang:
” اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ”

Manfaatkan lima sebelum datangnya lima: masa mudamu sebelum tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kecukupanmu sebelum kemelaratanmu, kesempatanmu sebelum kesempitanmu dan kehidupanmu sebelum kematianmu.” (HR.Hakim dari Ibnu Abbas, shahih)

Menuju ridha Allah
Semua yang kita lakukan dari pengabdian, perjuangan dan pembelajaran dalam kebersamaan adalah sia-sia bila kita tidak mencari dan tidak mendapatkan ridha Allah Ι. Allah berfirman:
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْواهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً (النساء: 114)
ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ (161) أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوانَ اللَّهِ كَمَنْ باءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْواهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (162) هُمْ دَرَجاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِما يَعْمَلُونَ (163) (آل عمران: 161-163)

Semoga Allah memberikan kepada kita kehidupan yang yang thayyibah di dunia dan di akhirat. Aamiin.
Malang, Senin 18 Safar 1437 H/30 Nop 2015.
Dibaca ulang Jum’at 9 Dzulqa’dah 12 Agustus 2016.

Agus Hasan Bashori Ibn Qomari Abdul Ghani al-Sanuwi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *