Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Dr. KH. Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag berkata:
“Buku ini secara khusus akan meneguhkan keberadaan Anda dalam barisan Ahlussunnah, dan menuntun Anda ke jalan yang benar, yaitu Islam di periode pertama, sebelum munculnya berbagai macam penyimpangan, perpecahan, sekte, fanatisme, kejumudan dan liberalisme. Selain itu buku ini dilengkapi dengan ijazah sanad kepada Imam Abu Syamah rahimahullah.”
Al-Imam Abu Syamah AL-Syafi’I (665 H) berkata:
“Sesungguhnya pada zaman akhir-akhir ini penduduk dunia telah dikuasai oleh kemalasan, kebosanan, dan cinta dunia. Orang yang paling berminat dari mereka terhadap ilmu-ilmu al-Qur`an merasa puas dengan menghafal surat-suratnya dan menuqil sebagian qiraat-qiraatnya … Dalam ilmu hadits merasa cukup dengan mendengarkan sebagian kitab dari para masyayikh yang kebanyakan mereka lebih bodoh dari dirinya dalam ilmu riwayat apalagi ilmu dirayat. Di antara mereka ada orang yang puas hanya dengan sampah-sampah pemikiran dan dengan mengutip pendapat orang-orang yang semadzhab dengannya.”
“Hal ini terus berlangsung hingga madzhab-madzhab yang dikodifikasikan menjadi mapan dan stabil. Kemudian … mereka bertaklid. Kemudian para mujtahid tiada,. Maka banyaklah fanatisme madzhab bahkan ada yang kufur kepada Rasul – Shalallahu alaihi wa salam-”
“Kemudian masalahnya semakin rumit hingga banyak dari mereka tidak lagi memandang perlunya sibuk dengan ilmu al-Quran dan Hadits, dan memandang bahwa apa yang ada pada dirinya itulah yang harus dilestarikan.”
“Kemudian muncullah kaum yang lain yang aqidah mereka adalah berupa kesibukan dengan al-Quran dan as-Sunnah akan tetapi mereka berpandangan bahwa yang paling baik darinya adalah membatasi diri pada ‘nukat khilafiyyah’ yang mereka buat, dan bentuk bentuk manthiq yang mereka karang.”
“Oleh karena itu Umar Ibn Al-Khaththab ra berkata: ‘Kembalikan kebodohan-kebodohan itu kepada sunnah.’ Ini adalah metode para ulama besar, para imam agama ini, dan metode imam kita, Abu Abdillah asy-Syafi’i.”
“Bahkan seharusnya santri itu selalu mencari tambahan ilmu yang belum diketahui dari siapapun, sebab hikmah itu adalah barang milik orang mukmin yang hilang, dimana saja ia mendapatkannya maka dia mengambilnya. Dia wajib inshaf (obyektif), meninggalkan taklid buta, dan wajib ikut dalil, sebab setiap orang bisa salah bisa benar, kecuali orang yang disaksikan oleh Syariat ini sebagai orang ma’shum, yaitu Nabi . ﷺ”
Syaikh Akram Ziyadah
Saat mensyarah ucapan Umar ini “Kembalikan kebodohan-kebodohan itu kepada Sunnah” Syaikh Akram berkata:
“Pernah Ali dan Abbas berselisih soal warisan (harta peninggalan Rasulullah saw) maka Umar berkata kepada mereka:
فَقَالَ أُنْشِدُكُمَا بِاللهِ الَّذِيْ بِإِذْنِهِ تَقُوْمُ السَّمَاءُ وَالْأْرْضُ هَلْ تَعْلَمَانِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لَا نُوْرَثُ مَا تَرَكْنَاهُ صَدَقَةٌ » قَالَا: نَعَمْ.
‘Aku minta kalian, demi Allah yang langit dan bumi tegak denga izin-Nya, pernahkah kalian mendengar Rasulullah – Shalallahu alaihi wa salam- bersabda: Kami para Nabi tidak diwarisi hartanya? Maka keduanya menjawab: Ya.’
Akhirnya keduanya diarahkan oleh Umar kepada sunnah Rasul dalam harta Rasulullah – Shalallahu alaihi wa salam- .”
Imam Abu Syamah al-Syafi’I berkata:
“Ini adalah metode (jalan) para ulama besar, para imam agama ini, dan metode imam kita, Abu Abdillah asy-Syafi’i. Oleh karena itu Ahmad bin Hanbal berkata:
مَا مِنْ أَحَدٍ وَضَعَ الْكِتَابَ حَتىَّ ظَهَرَ خَطَأُهُ أَتْبَعَ لِلسُّنَّةِ مِنَ الشَّافِعِيّ
“Tidak ada seorang pun yang menulis kitab hingga terlihat kesalahannya yang lebih mengikut kepada sunnah selain asy-Syafi’i.”
“Kemudian Imam Syafi’i berhati-hati untuk dirinya, dan mengetahui bahwa manusia itu tidak luput dari lupa, lalai, dan kurang hati-hati, maka telah shahih dari beliau lebih dari satu wajah bahwa apabila ada ucapannya yang menyalahi hadits shahih yang layak untuk menjadi hujjah agar ucapannya ditinggalkan dan diambil haditsnya.”
Karena ini sebagian ulama mengatakan:
لَوْلَا الشَّافِعِيُّ لَغَيَّرَ أَصْحَابُ الرَّأْيِ مَا جَاءَ بِهِ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم
“Seandainya bukan karena al-Syafi’i niscaya ahli ra’yu sudah mengubah apa yang dibawa oleh Nabi – Shalallahu alaihi wa salam-
Syaikh Akram menjelaskan:
“Madzhab Syafi’i lebih dekat kepada sunnah berdasarkan kesaksian para ulama. Jadi Imam Syafi’i adalah termasuk ulama yang dengan merekalah Allah menjaga agama ini. Oleh karena itu Imam Ahmad –Imam Ahli Sunnah- mendoakan imam Syafi’i selama 40 tahun.”
Namun Syaikh Akram memperingatkan apa yang diperingatkan oleh Imam Abu Syamah yaitu: 1) Ra’yu dan 2) Jumud.
Ra’yu bisa menyeret kepada rasionalisme, dan liberalisme, sedangkan jumud bisa menjadikan kita taklid buta hingga sampai kepada hal yang tidak masuk akal.
Syekh Akram waktu itu berkomentar:
“Tadi malam saya mendengar Syekh Abu Anas (yaitu Dr. Muhammad Musa Alu al-Nashr al Urduni, yang wafat 26 Nop 2017 M dalam kecelakaan lalu lintas di Tabuk KSA, rahimahullah) bercerita bahwa ada seorang syekh (mutashawwif/bertasawwuf) yang sujud kepada gurunya, lalu ada murid yang mengingkarinya, maka Syekh itu berkata: “Kamu tidak kenal dia?, dia ini Allah!.” Maka murid itu berkata: “Saya kufur dengan tasawwuf!”
Syekh Akram Juga menjelaskan:
“Manusia itu seperti gelas, jika diisi penuh dengan hadits (sunnah) maka tidak ada ruang bagi ra’yu, tetapi kalau kosong maka dia akan dipenuhi oleh ra’yu manusia. Sementara manusia itu makhluk, makhluk itu punya sifat kurang, maka akalnya juga kurang, dan ra’yu yang dihasilkan juga kurang.”
Demikian sebagaian gambaran tentang isi dan kandungan buku yang langka dan menarik ini, yang mengajak untuk memaksimalkan kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, dan terhindar dari kebodohan-kebodohan.
Jangan sia-siakan mutia-mutia ilmu yang terhampat di dalamnya. Segera miliki, hubungi pemasaran kami, atau hadiri dalam pameran pendidikan Islam internasional di JCC Jakarta Convention Center 30 Agustus-01 September 2019, di Stand Ponpes al-Umm-YBM, Booth 19.