MILLATA IBRAHIM

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكاً فِيْهِ . اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً . اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ بِمَا خَلَقْتَنَا وَرَزَقْتَنَا, لَكَ الْحَمْدُ بِاْلإِيْمَانِ, وَلَكَ الْحَمْدُ بِاْلإِسْلاَمِ, وَلَكَ الْحَمْدُ بِالْقُرْآنِ، وَلَكَ الْحَمْدُ بِاْلأَهْلِ وَالْمَالِ وَالْمُعَافَاةِ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى ذَلِكَ حَمْدًا كَثِيْرًا، لَكَ الْحَمْدُ بِكُلِّ نِعْمَةٍ أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيْنَا فِي قَدِيْمٍ أَوْ حَدِيْثٍ, أَوْ سِرٍّ أَوْ عَلاَنِيَةٍ, أَوْ خَاصَّةٍ أَوْ عَامَّةٍ, أَوْ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ, أَوْ شَاهِدٍ أَوْ غَائِبٍ، لَكَ الْحَمْدُ حَتَّى تَرْضَى، وَلَكَ الْحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, يَاآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ.

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Di pagi ini seluruh umat Islam merayakan Hari Raya Islam yang terbesar yaitu Idul Adha. Di pagi seperti ini Rasulullah berkhutbah mengatakan:

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَـٰذَا، أَنْ نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ، فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا. وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ ذٰلِكَ، ، فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لأَهْلِهِ. لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

“Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada Hari Raya ini adalah shalat, kemudiuan pulang lalu menyembelih. Barangsiapa melakukan hal ini maka telah mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa menyembelih sebelum itu maka sesungguhnya ia hanyalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tidak ada nilai nusuk sama sekali.” (HR. Bukhari: 5545, 5560; Muslim: 5029)

Hari ini adalah hari bergembira, hari makan dan minum bersama keluarga, hari sedekah, memberi hadiah dan hari bersenang-senang. Rasul Allah bersabda:

((كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا مَا شِئْتُمْ))

“Makanlah dan berilah makan (pada orang lain) dan simpanlah sesukamu.” (HR. Bukhari: 5529; 11303)

Berkumpul, makan bersama di Hari Raya ini adalah sunnah karena merupakan ekspresi dari syi’ar yang agung ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

جَمْعُ النَّاسِ لِلطَّعَامِ فِي اْلعِيْدَيْنِ وَأَيَّامِ التَّشْرِيْقِ سُنَّةٌ وَهُوَ مِنْ شَعَائِرِ اْلإِسْلاَمِ الَّتِي سَنَّهَا رَسُوْلُ اللهِ

“Mengumpulkan manusia untuk hidangan makanan pada dua hari raya dan pada hari-hari tasyriq adalah termasuk bagian dari syi’ar Islam yang diajarkan oleh Rasulullah .” (Majmu’ Fatawa: 25/298)

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Pelajaran yang perlu diingat di hari Raya Qurban ini adalah kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Ibrahim adalah nabi yang agung, bukan hanya teladan bagi umat Islam, tetapi juga teladan bagi para nabi dan Nabi kita yang agung, Muhammad

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴿١٢٠﴾ شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ ۚ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴿١٢١﴾ وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ﴿١٢٢﴾ ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴿١٢٣﴾

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. an-Nahl: 120-123)

Mengapa Ibrahim menjadi panutan? Karena beliau lulus menjadi hamba Allah yang taat dalam bertauhid, beribadah dan berdakwah:

وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ﴿١٢٤﴾

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah: 124)

Yang dimaksud “bi kalimat” adalah perintah-perintah Allah dan larangan-Nya, yang berupa syariat Islam (ketundukan mutlak kepada Allah) dan khususnya khishalul fitrah. (Ibnul Arabi, Ahkamul Qur`an)

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Imam Baihaqi berkata:

“Para sahabat kami berkata: Ibtila` (pemberian cobaan) biasanya hanya ada dalam perkara-perkara wajib.” (Baihaqi, Sunan al-Kubra: 17928)

Ibnul Arabi berkata: “Sebagian ulama kami berkata, makna sabda Nabi “Minal Fithrah” artinya minas sunnah. Saya katakan: Minal Millah. Telah diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim diuji dengan perkara-perkara tersebut sebagai amal fardhu. Sedangkan bagi kita adalah sunnah. Dan sah

pula jika Ibrahim diuji dengannya secara mutlak tidak tertentu wajib atau sunnah, dalam keseluruhan perkara-perkara tersebut atau sebagiannya.” (Ahkamul Qur`an)

“Semua perkara ini telah dilaksanakan oleh Ibrahim dalam bentuk yang sangat sempurna, hingga Allah berfirman memujinya:﴿ وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى Dan Ibrahim Yang telah memenuhi.” Maksudnya yang telah memenuhi semua apa yang diperintahkan kepadanya; melaksanakan seluruh perkara iman dan cabang-cabangnya. Perhatiannya untuk melaksanakan perkara agung tidak menyibukkannya untuk melaksanakan maslahat perkara yang sedikit (sederhana). Dan upayanya memikul perkara-perkara besar tidak melupakannya dari perkara-perkara kecil.” (Qashash al-Anbiya’).

Imam Ibnu Katsir berkata: “Maksudnya Nabi Ibrahim , keikhlasan beliau dan ketundukannya dalam melaksanakan ibadah-ibadah besar tidak melupakannya dari memperhatikan maslahat badannya, dan memberikan hak pada masing-masing anggota tubuhnya, memperindah dan menghilangkan yang mengotorinya seperti rambut, kuku, atau kotoran. Ini semua masuk dalam firman Allah yang memujinya: ﴿ وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى . (Qashash al-Anbiya’; lihat Ibnul Arabi dalam Tafsir Ahkamul Qur`an, al-Baqarah ayat 19)

Ibnul Arabi berkata:

سَمِعْتُ بَعْضَ الْعُلَمَاءِ يَقُوْلُ : وَإِبْرَاهِيْمُ الَّذِيْ وَفىَّ بِمَالِهِ لِلضَّيْفَانِ , وَبِبَدَنِهِ للِنِّيْرَانِ , وَبِقَلْبِهِ لِلرَّحْمَنِ .

“Saya mendengar sebagian ulama mengatakan: Ibrahim telah memenuhi dengan hartanya untuk para tamu, dengan badannya untuk api yang berkobar dan dengan hatinya untuk ar-Rahman.” (Ahkamul Qur`an, surat al-Baqarah, ayat 19)

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Di antara millah Ibrahim yang secara sempurna telah dia tunaikan dan menjadi sebab kemuliaannya adalah:

Ibadah Haji. Abdullah ibn Amr berkata: Nabi Ibrahim datang ke Mekkah maka beliau thawaf di Ka’bah, kemudian sa’i di antara Shafa dan Marwa, kemudian mendatangi Mina lalu shalat di Mina (zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya` dan Subuh). Kemudian menuju Arafat, lalu shalat di sana zhuhur dan ashar dan wuquf hingga terbenam matahari, kemudian pergi menuju Muzdalifah dan mabit di sana. Setelah shalat subuh kemudian berangkat ke Mina, lalu melempar jamrah, menyembelih dan mencukur rambut. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad :

اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ

Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” (QS. An-Nahl: 123) (HR. Thabrani, Lihat Majma’ Zawaid: 5519; Jami’ al-Masanid wal Marasil: 23800)

Kemudian yang menjadi kunci agama tauhid; hanifiyyah yang dibawa oleh Nabi Ibrahim adalah akidah wala` dan bara`; mufaraqatul kuffar wal-musyrikin.

Allah berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۖ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ﴿٤﴾

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali.” (QS. al-Mumtahanah: 4)

Maka Nabi Muhammad yang diperintah Allah untuk mengikuti Nabi Ibrahim , berdiri di hadapan Ka’bah, di hadapan kaum musyrikin menyatakan mufaraqah terhadap mereka dengan membaca ayat:

قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ قُلْ لَا أَتَّبِعُ أَهْوَاءَكُمْ ۙ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴿٥٦﴾

Katakanlah: “Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah”. Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku Termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-An’am: 56) (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan: 18097)

Dengan demikian maka dustalah ahli kitab; Yahudi dan Nasrani yang mengaku sebagai pengikut millah Ibrahimiyah, sebab mereka tidak melaksanakan manasik haji, dan adhahi, tidak pula melakukan khishal al-Fithrah, serta tidak meyakini akidah Hanifiyyah.

Allah mengingkari Yahudi dan Nashara yang mengklaim bahwa Nabi Ibrahim berada di atas millah mereka, dan Allah membebaskan Nabi Ibrahim dari tuduhan itu dan menjelaskan bodohnya mereka dan dangkalnya nalar mereka. Allah berfirman:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴿٦٥﴾

Hai ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS. Ali Imran: 65)

Maksudnya: bagaimana Ibrahim di atas agamamu, sementara syariat untukmu disyariatkan jauh setelah masa Nabi Ibrahim. Oleh karena itu Allah berfirman [أَفَلا تَعْقِلُونَ] “Apakah kalian tidak berfikir?”

Hingga Allah berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴿٦٧﴾

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Allah menjelaskan bahwa Ibrahim berada di atas agama Allah yang hanif, yaitu berjalan menuju ikhlas, menjauh dari kebatilan menuju al-haq yang itu berseberangan dengan Yahudiyyah dan Nashraniyyah al-Musyrikah.

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Di antara ujian Nabi Ibrahim yang paling berat adalah perintah untuk berkorban dengan menyembelih putranya yang tercinta. Setelah peristiwa pembakaran atas dirinya oleh orang-orang kafir karena dakwahnya menegakkan tauhid dan memberantas syirik. Nabi Ibrahim bermaksud meninggalkan mereka menuju Syam.

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّي سَيَهْدِينِ﴿٩٩﴾ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ﴿١٠١﴾

Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS. as-Shâffât: 99-101)

Allah mengabulkan do’anya dengan memberi putra pertama yang penyabar yaitu Ismail . Kemudian Allah berfirman:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ﴿١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ﴿١٠٧﴾ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ﴿١٠٨﴾ سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ﴿١٠٩﴾كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ﴿١١٠﴾

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS. as-Shâffât: 102-110)

Mengapa disebut [الْبَلاَءُ الْمُبِين]? karena dengan cobaan ini menjadi jelaslah bahwa kecintaan Ibrahim yang sempurna hanyalah untuk Allah . Ibrahim adalah khalil Allah (kekasih Allah yang tertinggi) sebuah kedudukan yang tidak boleh dicampuri oleh kecintaan kepada siapapun. Ketika ia diberi putra, Ibrahim sangat mencintainya, maka Allah ingin memberikan kecintaanya dan menguji kesetiaannya. Ketika Ibrahim mendahulukan kecintaanya kepada Allah dan mengalahkan keinginan pribadinya dengan bertekad bulat menyembelih putranya maka hilanglah dari hatinya rasa cinta yang bisa mengotori cintanya kepada Allah . Di saat itu tidak ada gunanya lagi penyembelihan terhadap putranya. Karena itu Allah berfirman:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ﴿١٠٧﴾

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Shâffât: 107)

Maka kambing yang dikorbankan sebagai pengganti Ismail disebut ((عًظِيْمٍ karena:

  1. Menggantikan posisi Ismail .

  2. Ia merupakan ibadah yang agung.

  3. Ia merupakan tasyri’ yang diberlakukan hingga hari kiamat. (Tafsir al-Sa’di 4/254-255)

Allahu Akbar 3x, ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Kemudian Allah memberi nikmat lagi kepada Ibrahim.

وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ﴿١١٢﴾

وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَىٰ إِسْحَاقَ ۚ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ﴿١١٣﴾

Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (QS. As-Shâffât: 112-113)

Berkah apa? Ilmunya bertambah, amalnya meningkat dan keturunannya berkembang terus, sehingga tiga bangsa besar adalah keturunan mereka berdua. Bangsa Arab keturunan Nabi Ismail , sedangkan bangsa Israil dan bangsa Romawi adalah keturunan Nabi Ishaq .

Bagaimana mutu keturunan mereka berdua? Allah menjelaskan:

وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَىٰ إِسْحَاقَ ۚ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ﴿١١٣﴾

Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.(QS. As-Shâffât: 113)

Yang shaleh dari keturunannya adalah orang-orang yang mengikuti Shirath al-Mustaqim yaitu jalannya Nabi Ibrahim .

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا﴿١٢٥﴾

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisa’: 125)

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴿٦٧﴾

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا ۗ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ﴿٦٨﴾

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 67-68)

Oleh karena itu Allah berfirman kepada Nabi kita Muhammad :

قُلْ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *